16.10.09

Cinta Tanpa Cien


-->Saat ini zaman serba susah. Harga BBM naik, akibatnya terjadi PHK di berbagai perusahaan.
Salah satu yang terkena PHK adalah Paijo. Bulan ini ia tidak bisa lagi mengirim uang untuk istrinya di kampung halaman.

Ia hanya bisa mengirim surat. Isinya demikian:

Istriku Tercinta,
Maafkan kanda sayang, bulan ini Kanda tidak bisa mengirim uang untuk kebutuhan keluarga di rumah. Kanda hanya bisa mengirimimu 1000 ciuman.

- Kanda Paijo -

Seminggu kemudian Paijo mendapat surat balasan dari istri tercintanya:

Kanda Paijo tersayang,

Terima kasih atas kiriman 1000 ciumanmu. Untuk bulan ini Dinda akan menyampaikan laporan pengeluaran keluarga :

Tukang minyak bersedia menerima 2 ciuman setiap kali membeli 5 liter minyak tanah. Tukang listrik mau dibayar dengan 4 ciuman per tanggal 10 setiap bulannya.

Pemilik kontrakan rumah mau dibayar cicil dengan 3 kali ciuman setiap harinya.

Engkoh pemilik toko bahan makanan tidak mau dibayar pakai ciuman. Ia maunya dibayar dengan yang lain.. Ya terpaksa Dinda berikan saja.

Hal yang sama juga Dinda berikan buat kepala sekolah dan gurunya si Udin yang sudah 3 bulan nunggak uang sekolah.

Besok Dinda mau ke pegadaian untuk tukerin 200 ciuman dengan uang tunai, karena yang punya pegadaian sudah bersedia menukarkan 200 ciuman ditambah bayaran lainnya dengan uang Rp650 ribu, lumayan buat ongkos sebulan.

Keperluan pribadi Dinda bulan ini mencapai 50 ciuman.

Kanda tersayang..
bulan ini Dinda merasa jadi orang yang paling kaya di kampung, karena sekarang Dinda memberikan piutang ciuman ke banyak pemuda di kampung kita dan siap ditukar kapan pun Dinda butuhkan.

Kanda, dari kanda masih tersisa 125 ciuman, apakah kanda punya ide? atau dinda tabung saja ya?

- Dinda tersayang -

Gedubrak!! Paijo pun pingsan

Sekilas..., guyonan (yang entah ditulis oleh siapa...) ini mengundang tawa, paling tidak sebuah senyuman bagi yang membacanya. Termasuk saya pribadi... Namun ada yang membuat saya merenung, karena disekeliling kita pun sudah banyak fenomena serupa. Cukup banyak kisah perceraian yang diwarnai masalah materi. Banyak juga yang betah melajang hingga tua. Tanpa bermaksud untuk mengeneralisasi, bahwa kata "matre" mungkin adalah hal yang wajar terutama bagi wanita. Siapa sih yang mau hidupnya susah?? Saat ini.., dimana wanita sudah emansipasi dan mandiri, kriteria untuk mencari calon suami akan bertambah. Klo dulu.., seorang pria yang sudah bekerja dan punya kendaraan roda sudah dianggap cukup mapan untuk dinikahi. Klo sekarang.., kata "mapan" itu sudah mengalami upgrade. Seorang pria harus dilihat dulu apa pekerjaannya? berapa penghasilannya??

Terlepas dari dualitas "benar" dan "salah", "tepat" dan "tidak tepat", peristiwa dan kejadian termasuk pengalaman pribadi membentuk paradigma saya seperti saat ini. Apakah esok paradigma saya akan berubah?? entahlah... yang jelas saat ini Cinta Tanpa Cien adalah menderita ^^